Jakarta - "Bapak tukang kibul, bohong melulu, sudah deh pak, enggak usah bohong terus," ujar Amat kepada bapaknya. Amat, bocah...
Jakarta - "Bapak tukang kibul, bohong melulu, sudah deh pak, enggak usah bohong terus," ujar Amat kepada bapaknya.
Amat, bocah 11 tahun yang hidup sejak kecil di dalam Bajaj itu, sudah empat tahun dijanjikan bersekolah oleh sang ayah, Riwahyudin.
BACA JUGA
Ini Kisah Mukidi, Humor yang Viral di Media Sosial
Wanita Tewas Mengenaskan di Tangerang Dikenal Baik
Cerpen: Penumpang Taksi
Riwahyudin hanya seorang sopir yang tinggal di Bajaj sewaan. Pria 54 tahun itu membesarkan anaknya yang bernama lengkap Muhammad Irawan itu seorang diri.
"Saya cuma mengelus dada, mau nangis tapi enggak bisa. Saya terima aja dikatain kayak gitu," kata Riwahyudin, memulai kisah perjuangannya selama empat tahun untuk menyekolahkan anaknya, kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa, 27 September 2016.
Entah haru atau bangga, Iwai, panggilan akrab lelaki berambut gondrong itu melanjutkan perjuangan untuk anaknya itu. Akhir Juli lalu, ia mengantarkan anak lelakinya ke sekolah.
"Malam itu juga, saya cariin baju, sepatu, sama tasnya. Saya punya tabungan cuma satu juta, saya habisin semua," kata Iwai dengan mata berkaca-kaca.
Sama seperti hari-hari biasanya, jelang tengah malam, Iwai mengajak Amat tidur ke Bajaj yang menjadi rumah mereka.
Namun, malam itu ada pemandangan berbeda. Iwai membawa baju, tas, sepatu, buku, dan bedak. Amat ternganga.
"Mulutnya sampai enggak ketutup, dia enggak bilang saya tukang kibul lagi," kata Iwai.
Khawatir bangun kesiangan, Iwai menyuruh Amat tidur lebih dulu. Di bangku bajaj bagian penumpang, Amat lelap dengan mimpi dan kebahagiaannya.
Sementara, Iwai resah menunggu pagi. Antara percaya dan tidak, akhirnya ia mampu menepati janjinya, meski terlambat menyekolahkan buah hatinya.
"Girangnya bukan main, saya aja enggak tidur malam itu," Iwai mengenang.
Pagi buta, sebelum macet mewarnai jalanan Ibu Kota, Iwai membangunkan Amat. Dia mengajak anaknya mandi di SPBU kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Usai mandi, Amat pun memakai baju sekolah warna putih-putih hadiah sang ayah. Tak lupa, Amat juga memakai sepatu dan tas. Bahkan, Iwai pun sedikit memoles wajah sang anak dengan bedak.
"Senin wajib pakai itu. Seumur-umur, itu saya bedakin, itu bedaknya masih ada," ujar Iwai sambil mengeluarkan bedak dari dalam kotak kecil di samping kemudi Bajaj.
Senyum Iwai tak surut. Hingga gerbang sekolah, ia masih memandangi anak semata wayangnya itu. Hari itu menjadi hari pertama Amat sekolah.
"Dia pengin jadi pilot, udah empat tahun bilang mau sekolah. Pagi itu, kesampaian juga. Seharian saya enggak narik, senyum-senyum sendiri di gerbang sekolah, nungguin Amat pulang," tutur dia.
Ditinggal Istri
Perjuangannya tak mudah. Iwai sempat tertegun beberapa saat, sebelum ia mulai bercerita kembali. Ia tak habis pikir Bajaj sewaan itu ia jadikan rumah sejak 10 tahun lalu.
"Saya dulu punya rumah, dihuni orangtua, lalu saya nikah dan ngontrak," ujar dia.
Setelah sang istri melahirkan Amat, badai menerjang biduk rumah tangga Iwai. Genap setahun usia anaknya, sang istri kabur dengan lelaki lain.
"Ya Allah, saya enggak tahu mau diapain ini anak bayi, istri saya kabur," ucap Iwai menahan geram.
Di saat yang sama, sewa kontrakan Iwai sudah habis. Ia lalu membawa Amat ke orangtuanya, tapi badai cobaan kembali menerpa. Orangtua Iwai meninggal dan rumah orangtuanya di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, dijual saudaranya.
"Cuma itu warisan, dijual juga. Lengkap deh, saya enggak punya rumah, ada bayi merah, kontrakan enggak ada," kata Iwai.
Iwai pun terpaksa membawa Amat yang masih berusia setahun itu, ke mana pun ia pergi mengantar penumpang Bajaj.
sumber;
Liputan6.com
Amat, bocah 11 tahun yang hidup sejak kecil di dalam Bajaj itu, sudah empat tahun dijanjikan bersekolah oleh sang ayah, Riwahyudin.
BACA JUGA
Ini Kisah Mukidi, Humor yang Viral di Media Sosial
Wanita Tewas Mengenaskan di Tangerang Dikenal Baik
Cerpen: Penumpang Taksi
Riwahyudin hanya seorang sopir yang tinggal di Bajaj sewaan. Pria 54 tahun itu membesarkan anaknya yang bernama lengkap Muhammad Irawan itu seorang diri.
"Saya cuma mengelus dada, mau nangis tapi enggak bisa. Saya terima aja dikatain kayak gitu," kata Riwahyudin, memulai kisah perjuangannya selama empat tahun untuk menyekolahkan anaknya, kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa, 27 September 2016.
Entah haru atau bangga, Iwai, panggilan akrab lelaki berambut gondrong itu melanjutkan perjuangan untuk anaknya itu. Akhir Juli lalu, ia mengantarkan anak lelakinya ke sekolah.
"Malam itu juga, saya cariin baju, sepatu, sama tasnya. Saya punya tabungan cuma satu juta, saya habisin semua," kata Iwai dengan mata berkaca-kaca.
Sama seperti hari-hari biasanya, jelang tengah malam, Iwai mengajak Amat tidur ke Bajaj yang menjadi rumah mereka.
Namun, malam itu ada pemandangan berbeda. Iwai membawa baju, tas, sepatu, buku, dan bedak. Amat ternganga.
"Mulutnya sampai enggak ketutup, dia enggak bilang saya tukang kibul lagi," kata Iwai.
Khawatir bangun kesiangan, Iwai menyuruh Amat tidur lebih dulu. Di bangku bajaj bagian penumpang, Amat lelap dengan mimpi dan kebahagiaannya.
Sementara, Iwai resah menunggu pagi. Antara percaya dan tidak, akhirnya ia mampu menepati janjinya, meski terlambat menyekolahkan buah hatinya.
"Girangnya bukan main, saya aja enggak tidur malam itu," Iwai mengenang.
Pagi buta, sebelum macet mewarnai jalanan Ibu Kota, Iwai membangunkan Amat. Dia mengajak anaknya mandi di SPBU kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Usai mandi, Amat pun memakai baju sekolah warna putih-putih hadiah sang ayah. Tak lupa, Amat juga memakai sepatu dan tas. Bahkan, Iwai pun sedikit memoles wajah sang anak dengan bedak.
"Senin wajib pakai itu. Seumur-umur, itu saya bedakin, itu bedaknya masih ada," ujar Iwai sambil mengeluarkan bedak dari dalam kotak kecil di samping kemudi Bajaj.
Senyum Iwai tak surut. Hingga gerbang sekolah, ia masih memandangi anak semata wayangnya itu. Hari itu menjadi hari pertama Amat sekolah.
"Dia pengin jadi pilot, udah empat tahun bilang mau sekolah. Pagi itu, kesampaian juga. Seharian saya enggak narik, senyum-senyum sendiri di gerbang sekolah, nungguin Amat pulang," tutur dia.
Ditinggal Istri
Perjuangannya tak mudah. Iwai sempat tertegun beberapa saat, sebelum ia mulai bercerita kembali. Ia tak habis pikir Bajaj sewaan itu ia jadikan rumah sejak 10 tahun lalu.
"Saya dulu punya rumah, dihuni orangtua, lalu saya nikah dan ngontrak," ujar dia.
Setelah sang istri melahirkan Amat, badai menerjang biduk rumah tangga Iwai. Genap setahun usia anaknya, sang istri kabur dengan lelaki lain.
"Ya Allah, saya enggak tahu mau diapain ini anak bayi, istri saya kabur," ucap Iwai menahan geram.
Di saat yang sama, sewa kontrakan Iwai sudah habis. Ia lalu membawa Amat ke orangtuanya, tapi badai cobaan kembali menerpa. Orangtua Iwai meninggal dan rumah orangtuanya di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, dijual saudaranya.
"Cuma itu warisan, dijual juga. Lengkap deh, saya enggak punya rumah, ada bayi merah, kontrakan enggak ada," kata Iwai.
Iwai pun terpaksa membawa Amat yang masih berusia setahun itu, ke mana pun ia pergi mengantar penumpang Bajaj.
sumber;
Liputan6.com